Sunday, May 22, 2011

Filled Under:

Wasiat di Gubuk Tua (#3)

Hari semakin siang, sengatan mentari mulai terasa di badan dan mulai mengeringkan dedaunan di pohon. Tak ada lagi embun, tak ada lagi kicauan burung pagi yang sangat indah. Bukit - bukit terlihat jelas karena kabut pun telah pergi bersama merangkaknya mentari. Pohon - pohon besar saling berpelukan dengan rimbunnya semak belukar. Terasa asing dan sangat asing, berbeda dengan hutan lainnya karena ini adalah Hutan tak Bertuan
“Teman - teman, sebaiknya kita pergi saja dari sini dan kita melanjutkan perjalanan mencari Herry dan yang lainnya” Armand memecahkan sunyinya siang itu. Dia terlihat sudah pulih dari rasa takut yang mendera pagi ini. Mukanya telah terlihat berseri dan semangatnya telah kembali.
“Tapi Mand …” sela Youly
“Sudah, sudah, kalian jangan sampai down hanya karena cerita - cerita yang belum tentu kebenarannya, Pe dan lu Andee siapkan sebuah perlengkapan, kita berangkat ke arah timur”. Armand langsung bergegas menghampiri ranselnya, memasukkan sebuah buku tua dan mengangkat ransel ke bahu. Semua terdiam, hanya tangan dan mata yang bekerja. Dalam sekejap mereka telah mulai bergerak meninggalkan gubuk tua. Tak ada yang tahu ketika itu ada dua pasang mata yang senantiasa setia mengikuti mereka dari jauh.
“Hawa, aku takut, aku merasa kita tersesat” bisik Youly kepada Hawa
“Kita percaya saja pada instingnya Armand, dia yang lebih tahu disini. Lebih baik kita simpan semangat kita untuk hal - hal yang positif, bukan memikirkan ketakutan” Hawa mencoba menenangkan Youly walaupun dia juga merasa sedikit ganjil dengan petualangannya kali ini.
Lima sahabat itu terus bergerak mendaki dan menuruni bukit, terlihat tubuh - tubuh lunglai ketika sore mulai terasa. Gelap tak lama lagi akan menghampiri bumi tetapi mereka masih di hutan dan mereka sendiri tidak tahu posisinya dimana. Armanad yang berjalan paling depan belum berhenti begitu juga Wepe di posisi belakang terus merangkak dengan ranselnya yang besar. Youly, Hawa dan Andee hanya bisa mengikuti dan berjalan dengan tertatih tatih.
Dari kejauhan mereka akhirnya bisa melihat sebuah jaln di perkampungan, mereka terus mendekat dan bagaikan direkayasa. ternyata disana ada sebuah mobil pick - up dan seorang lelaki sedang memperbaiki mobilnya tersebut. Mobil tua yang kosong dan sangat kotor.
“Ehm, selamat sore Pak” Wepe menyapa bapak tua tersebut.
“Sore, eh siapa ya dan ada apa ni, kalian darimana” bapak tersebut terlihat gugup melihat penampilan Armand dan teman - teman.
“Maaf Pak, kami Tim pecinta alam yang tersesat dihutan sebelah sana” Armand menjelaskan sambil menunjuk Hutan tak Bertuan yang hanya keliihatan pucuk - pucuk pohon yang menghitan dalam kegelapan.
“Oooo,,,, jadi sekarang mau kemana? Oya, perkenalkan, Saya Edy Priyatna. Panggil ja Pak Edy” Pria gendut tersebut akhirnya menerima Armand dan teman - teman dengan ramah, mereka saling memperkenalkan diri, Armand juga menceritakan kisah mereka dari kemaren sore, berjumpa dengan Maskolis, Engkong Ragile, gubuk tua dan Hutan tak Bertuan. Juga tak lupa dia ceritakan tentang menghilangnya teman - teman mereka. Hanya tentang buku tua usang yang masih disembunyikan, tak pernah sedikitpun dari mereka berlima yang teringat tentang itu.
“Pak Edy sekarang mau kemana?” Tanya Andee begitu melihat Pak Edy selesai meperbaiki mobilnya.
“Ooo saya mau ke kota, emang adik ini mau melanjutkan perjalanan kemana?”
“Sebenarnya kami mau mencari sahabat - sahabat kami, tapi rasanya lebih baik kami kembali dulu ke kota. Tapi boleh numpang sama bapak nggak?” kali ini wepe yang menjawab.
“Ooo,,,, silahkan tapi harus duduk dibelakang ni dan maaf agak kotor sedikit”
“Nggak apa apa Pak, kami sangat berterimakasih atas kebaikan bapak”
Armand dan teman - teman akhirnya menumpang pick - up nya Pak Edy, mereka menikmati perjalan malam yang panjang dengan duduk di bak belakang. Mata - mata kosong masih menatap ke Hutan tak Bertuan yang makin lama makin menghilang. Tak ada pembicaraan, semua diam dan terhanyut dengan perasaan  masing - masing. Semua terasa lesu dan bermuka sedih. Tak tahu apa yang akan mereka lakukan lagi sesampainya di kota. Hidup sebagai anak kost dan kehilangan sahabat dekat merupakan kesedihan yang mendalam. Tak ada sisa kecuali ransel - ransel mereka yang ditemukan dan dibawa pulang.
“Makasih Pak Edy karena telah berbaik hati memberi tumpangan pada kami!” Wepe mewakili yang lainnya mengucapkan rasa terima kasih sambil memeluk pria gendut yang telah mengantarkan mereka ke markas anak pecinta alam. Semua semakin lemas dengan langkah yang gontay memasuki rumah kecil yang selama ini menjadi tempat berkumpulnya mereka. Dulu masih ada Herry, Mas Mus, Geboy dan Hamzet. Tapi sekarang hanya ada mereka berlima.
===========
Pagi telah menyapa bumi, semua terlihat telah rapi, ransel - ransel telah dirapikan. Youly masih mendekap ransel Herry dan yang lainnya duduk sambil menikmati sarapan pagi di sudut ruangan.
“Mand, sekarang apa yang akan kita lakukan?’ tanya Andee
“Kita akan cari tahu keberadaan Herry dan lainnya”
“Oya Mand, boleh aku lihat buku yang kamu bawa tadi?”
“Jangan Dee, biar aku yang simpan saja!”
“Baiklah kalau itu menurutmu baik, tapi aku harus balik dulu ke kos ku, lagi pula sore ni aku ada kuliah, ok teman - teman aku pamit ya!” Andee menyambar sebuah tas dan langsung meninggalkan markasnya.
Yang lainnya juga pergi, Youly dan Hawa juga pergi.
“Mand, aku ada urusan ni, maklum aku dah tutup warung beberapa hari, aku harus jualan dulu ya!” yang tertinggal hanya Wepe dan Armand tetapi tak lama kemudian Wepe pun pergi.
Di kampus, sebelum jam kuliah mulai, Andee menerima sebuah telpon.
“Kalian harus mengembalikan buku yang kalian ambil dari Gubuk tua di Hutan tak Bertuan, jangan kalian membacanya atau kalian semua akan mati!” suara dari penelpon yang diyakini Andee sebagai Maskolis. Tanpa berpikir panjang, dia langsung menelpon Armand untuk menanyakan tentang keberadaan buku yang diambil kemaren. Tapi tak ada jawaban, berkali - kali Andee menelpon tapi tak ada yang mengangkatnya. Andee penasaran lalu dia bergegas menuju sepeda motornya. Dia memacu motornya ke markas.
“Armand,,,,,,,,,,,!!!! Armand apa yang terjadi?” tanya Andee pada Armand sesampainya di markas. Armand terlihat pucat dengan buku tua ditangannya. Matanya memerah, mulut dan hidungnya berdarah. Tangan dan kakinya gemetar dan pucat. Andee bingung dan dia bersimpuh disamping Armand.
“Apa yang terjadi Mand? Kenapa ini? Apakah ….?” tanya Andee lagi
“Andee, jangan kalian baca buku ini. Bakar saja atau buang atau kembalikan ke tempatnya” Armand berbicara dengan terbata - bata tanpa melepas buku di tangannya.
“Kenapa dengan buku ini Mand?
“Buku ini, wasiat yang tertera didalamnya tak boleh diketahui …” Armand masih memaksa berbicara dengan mulutnya yang semakin memerah. Tak lama kemudian tubuh Armand diam, kaku dan tak berdenyut.
Andee masih memeluk tubuh Armand. Setelah yakin Armand telah pergi dia mengambil buku tersebut dan dia ragu. Dia ingin membacanya tetapi bukti petaka wasiat telah ada dihadapannya. apa yang harus dilakukannya? bagaimana memberitahukan kepada teman - temanya? Andee semakin bingung.
===========
(bersambung)

0 comments:

Post a Comment