Sunday, May 22, 2011

Filled Under:

Ketika Budaya jadi Harga Mati

Aku tidak tahu pengertian budaya karena aku tidak mau terikat dengan definisi - definisi yang mengekang kebebasan berbudaya. Budaya sering dikatakan adalah bentuk sebuah kebiasan baik dalam kegiatan, perbuatan, bahasa, sikap, yang mempunyai ciri khas suatu tempat.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari (http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya)
Mencermati riuhnya perdebatan saling klaim kebudayaan
1301716266739280278
Trai Saman dari Aceh/ www.google.com
antar bangsa, ini menjadi sebuah keprihatinan tersendiri dalam berbudaya. Kecendrungan kita dalam memahami budaya hanya sebagai apa - apa yang telah diwariskan dari pendahulu kita membuat kita gelap mata dalam mempertahankan dan mengaplikasikan budaya. Ketika kita mati - matian mempertahankan sesuatu yang kita klaim sebagai warisan budaya untuk kita, sebenarnya kita sedang merusak budaya kita sendiri karena mempertontonkan kengototan, kebengisan dan keidakpahaman kita kepada dunia.
Budaya bukan hanya benda - benda yang diwariskan ara leleuhur, tetapi budaya juga sikap dan prilaku kita di masa kini. Jadi haruskah kita merusak budaya kita sekarang untuk mempertahankan budaya warisan leluhur yang notabenya mencakup banyak bangsa. Sebagai contoh, Sikap disiplin merupakan sebuah budaya dan sekarang sikap disiplin identik dengan negara - negara maju misalnya Jepang dan Amerika. Baru - baru ini kita bisa melihat bagaimana rakyat Jepang yang berbudaya disiplin mampu mengatasi kemelut bencana di negaranya dengan tetap mengaplikasikan kedisiplinannya. Lalu, apakah kita tidak bisa mengatakan bahwa Banhsa kita ujga mempunyai sikap disiplin yang berasal dari kita? Dan apakah mereka harus marah ketika dalam setiap saat, baik pribadi maupun kelompok kita mencantumkan disiplin sebagai sikap yang harus diperjuangkan?
Kembali kepada benda - benda budaya warisan, ketika orang lain mengatakan, menulis, dan memproduksi dan mengaplikasi budaya kita maka itu adalah suatu kebanggan bagi kita karena leluhur kita telah mewarisi budaya yang mampu membuat bangsa llain tertarik padanya. Kita harus berpikir posiitif, bahwa suatu bangsa bukan milik bangsa tersebut saja tetapi milik semua manusia kkarena budaya diciptakan untuk menguasai dunia.
Jika memang begitu halnya, lalu mengapa juga masih ada saling klaim kepemilikan budaya? Ini disebabkan karena adanya hak cipta/hak paten yang sebenarnya sangat mengekang kebebasan individu dalam berbudaya. Budaya hak paten cipta dan hak paten itu hanya akan mempersempit dan memperkecil penyebaran budaya. Karena disaat kita tidka lagi mampu mengayomi warisan budaya maka otang lain juga tidak boleh melestarikanya..
Puluhan budaya dan kebudayaan telah terlahir di bumi ini seiring perasaban manusia yang semakin berkembang dan setiap budaya dan kebudayaan itu akan terus menyebar. Kita bisa saja kehilangan budaya yang pernah lahir di tengah - tengah kita namun kebudayaan yang terlahir itu akan tetap ada karena akan terus ada yang melestarikanya selain kita. Maka jika kita ingin budaya itu ada pada kita maka lestarikan dengan aplikasi langsung dan tanpa menghambat orang lain untuk mengaplikasikannya.
+++++++++++++++++++++++++++
Tulisan ini bukan untuk memprovokasi dan bukan tidak mengakui budaya sendiri. tapi tulisan ini untuk membuka diskusi kita tentang budaya yang seakan - akan menjadi mutlak dimiliki suatu bangsa atau golongan.

0 comments:

Post a Comment