"Minggu depan kita akan merambah di Bukit Seuntang" kata Maman dengan tenang pada beberapa orang anak buahnya.
"Apa, Bukit Seuntang Bang?" Tanya Rudy dengan nada sedikit kaget.
"Ya, emangnya kenapa Dy?"
"Apa abang yakin dengan keputusannya ini?"
"Iya,
lagipula disana hutannya masih banyak dan bagus. Ini prospek besar Rudy.
Kita akan mendapatkan untung besar" Ceramah Maman dengan sangat
semangatnya.
Bukit
Seuntang adalah sebuah bukit yang terletak di pedalaman. Dinamakan
Bukit Seuntang karena sudah sejak dahulu di perbukitan ini ditumbuhi
kayu Seuntang yang besar dan menjulang tinggi. Selama ini belum ada
orang yang berani mengusik keasrian Bukit Seuntang. Sehingga Bukit yang
luasnya tidak seberapa itu masih banyak menyimpan keanekaragaman hayati
yang semakin langka di daerah-daerah lain.
"Iya bang, apa kita sudah mendapatkan ijin dari masyaraat untuk mengambil kayu-kayu di Bukit Seuntang?" Rudy balik bertanya.
"Ha
ha ha ha, masyarakat katamu Rudy? Perlu kamu tahu ya, kita tidak butuh
izin mereka. Bukit Seuntang bukan milik masyarakat. Abang sudah mengurus
izin di pihak berwenang dan kita juga sudah mendapatkan restu dari
"penguasa" Bukit Seuntang" jelas Maman.
"Penguasa kata banga? Jin maksudnya?" Rudy terkagetkan dengan penjelasan Maman.
"Apa?
Jaman gini masih percaya jin, hehhhe. Maksud abang penguasa adalah para
preman-preman baik yang resmi maupun yang tidak. Jadi kita tidak akan
ada yang menganggu lagi nantinya Rudy. Kita aman."
"Tapi bang.."
"Tapi apa lagi?"
"Di Bukit Seuntang betul-betul ada penghuninya, ada jinnya bang"
Bukit
Seuntang selama ini terkenal dengan bukit yang angker. Masyarakat
disekitar bukit percaya bahwa disana dihuni oleh makhluk halus penjaga
bukit. Inilah yang menyebabkan belum ada orang yang berani menebang kayu
disana kecuali untuk keperluan rumah tangga saja. Menurut paham
masyarakat disana, jika kayau-kayu di Bukit Seuntang terutama kayu-kayu
Seuntang yang besar tinggi di tebang maka akan penghuni bukit akan marah
dan akibatnya akan petaka bagi mereka. Memang selama ini belum ada
petaka karena buki Seuntang masih lestaridan semakin rimbun.
"Abang
sudah dengar cerita itu Rudy, tapi itu dongeng. Tidak ada jin, tidak
ada penghuni. Puluhan hutan telah kita masuki. Ribuan kayu telah kita
tebang. Ratusan juta uang telah menjadi milik kita. Dan selama itu kita
tidak pernah berjumpa dengan yang namanya penghuni hutan. Dan abang
percaya begitu juga di Bukit Seuntang"
"Tapi bang.."
"Sudahlah Rudy, jangan buang waktu lagi, persiapkan segala kebuthan kita"
Pembicaraan itu terputus. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Satu
persatu kayu Seuntang roboh. Menghantan tumbuhan kecil disekelilingnya.
Raungan mesin saling bersahutan. Burung-burung saling berterbangan.
Para monyet bergelantungan ke pohon-pohon yang masih kokh sebelum pohon
itu juga tumbang. Aksi perambahan hutan telah berlangsung lebih dari
seminggu. Ratusan kayu gelondongan diangkut dengan ke kilang kayu. Tak
ada pilih kasih. Setiap kayu yang bisa menghasilkan uang berarti harus
ditebang.
Semakin
hari sinar matahari semakin mudah menerpa Bukit Seuntang yang semakin
gundul. Hanya semak belukar dan puntug-puntung kecil yang tersisa.
Suara-suara Seanshow semakin jarang terdengar. Mobil-mobilpun hanya
sesekali lewat untuk mengangkut sisa-sisa kayu. Hanya butuh waktu 3
bulan untuk melenyapkan hutan rimbun di Bukit Seuntang yang telah
terjaga ratusan tahun. Semua berakhir.
"Sudah bang, hanya tinggal terasnya saja kok"
"Baguslah. Tapi hati-hati nanti penghuni Bukit Seuntang mencarimu hehhe" canda Maman.
"Ah abang ni, tapi rumah abang yang di kaki Bukit kan sangat bagus"
"Iya, nanti aku sewakan pada penguasa disana"
Meskipun
penenabang di Bukit Seuntang mendapat protes dari masyarakat tapi
sampai saat ini Maman dan komlotannya belum terusik. Tidak ada juga
gejala petaka dari penguasa bukit Seuntang seperti yang dipercaya
masyarakat selama ini. Masyarakat mulai tenang. Apalagi sekarang mereka
mempunyai lahan pertanian baru di bekas hutan Bukit Seuntang.
Lahan-lahan kosong yang mulai tandus iu dimanfaatkan untuk menanam
palawija.
Musim hujan telah datang. Masyarakat sudah mempersiapkan benih untuk ditanami dilahan.
Tidak
biasanya hujan turun dengan lebatnya di malam itu. Disaat masyarakat
terlelap dalam mimpi mereka. Petir menyambar, gemeruh saling bersahutan.
Bukit
Seuntang ambruk. Tumpahan air dari langit tidak mampu ditahan oleh
tanah yang tandus. Bongkahan-bongkahan tanah meluncur bersama air. Satu
persatu rumah di kaki bukit ikut tertimbun dan ambruk. Sungai kecil di
kaki bukit meluap. Genangan air menyerbu desa.
Penduduk
tersentak. Berhamburan keluar dengan paniknya. Mereka mencari
tempat-tempat yang tinggi kecuali Bukit seuntang yang sedang mengamuk.
Tak ada harta benda yang bisa diselamatkan. Karena rumah-rumah terendam
air dan sebagian lainnya tertimbun longsor. Kepanikan luar biasa
benar-benar membuat masyarakat kocar-kacir termasuk Maman dan komplotan
yang bermukim disana.
Keesokan
harinya diketahui bahwa puluhan penduduk menjadi korban keganasan Bikit
Seuntang. Maman tewas bersama yang lainnya. Rudy patah-patah sedangkan
rumahnya hancur tak berbekas.
"Pak
Kades. Penguasa Bukit Seuntang mengamuk. Ini semua kesalahan kami Pak"
kata Rudy ketika mereka sudah tinggal di pengungsian.
"Bukan
Bang Rudy, tidak ada penguasa Bukit Seuntang, tidak ada jin yang kuasa
mendatangkan malapetaka" sahut seorang pemuda yang selama ini kuliah di
Ibukota Propinsi.
"Walaupun kedua orangtuaku meninggal akibat longsor tapi bukan karna amarah jin" sambungnya.
"Nak
Arif, sejak dari kakek saya, semua percaya bahwa dibukit Seuntang ada
penghuninya. Jika kita menebang pohon-pohon seuntang tersebut maka akan
terjadi bencana. Dan buktinya desa kita menjadi korban darinya" sahut
seorang petua yang selama ini terkenal sebagai tokoh adat desa tersebut.
"Betul
kek, apa yang kakek-kakek kita bilang dulu semua benar bahwa jika kita
menbang hutan-hutan akan terjadi bencana. Dan bukan hanya hutan di Bukit
Seuntang tetapi juga hutan-hutan yang lain" jelas Arif.
"Iya Nak, makanya semalam Bukit seuntang menangis dan menggenangi desa kita" pak tua itu menimpali lagi.
"Tapi
itu bukan karena penguasa yang selama ini dipercaya masyarakat kek,
bang Rudy. Tapi karena kita telah merusak kelestarian alam. Kepercayaan
yang selama ini dipercaya masyarakat sebenarnya adalah cara nenek moyang
kita menjaga hutan. Dengan memistiskan suatu hutan maka kita akan takut
menebang kayu disana sehingga hutan-hutan tersebut akan tetap ada. Dan
jika kita menebangnya maka terjadi lahan-lahan yang gundul. Lahan-lahan
itu tak akan mampu menahan air hujan seperti malam itu. Tanah-tanah yang
tidak ada lagi penyangganya akan longsor. Sungai akan meluap karena air
hujan tidak lagi meresap ke tanah. Sebenarnya ini kepercayaan ini
sebuah kearifan lokal dalam menjaga hutan" jelas Arif.
"Maksudnya Rif?" tanya Rudy
"Maksudnya
kita harus tetap menjaga hutan dan lingkungan kita. Ada atau tidak
adanya kepercayaan akan penguasa hutan kita tetap tidak boleh menebang
secara sembarangan di hutan. Cara-cara nenek kita menjaga hutan patut
diapresiasi tapi bukan untuk merusak keimanan kita dengan percaya akan
adanya penghuni htan yang akan membawa petaka."
"Jadi sekarang apa yang akan kita lakukan lagi?" tanya kepala desa.
"Kita
harus kembali menghutankan Bukit Seuntang. Tidak semua bagian Bukit
Seuntang kita jadikan lahan pertanian tetapi sebagian besar harus
kembali menjadi Hutan Seuntang"
"Setuju" jawab Pak Kades diikuti oleh penduduk lainnya yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan ini.
0 comments:
Post a Comment