“Kenapa nak, kenapa kamu terlihat sangat
ketakutan?” tanya ayah tikus begitu melihat anaknya terburu-buru masuk
ke dalam lubang yang sangat dalam.
“Ayah, aku dikejar petani ayah, mereka membawa pentongan. Aku tak berani keluar lagi” jawab si anak.
“Hahahhahaha,,, anak tikus tidak boleh
jadi penakut. Kita hewan pemberani. Pencuri dikegelapan dan dimanapun”
ayah tikus menyemangati anaknya.
“Tapi ayah, kita bisa dibasmi”
Tikus kini menjadi musuh bagi
petani-petani di desa Sukatani. Tanaman padi, kacang-kacangan,
umbi-umbian diporak-porandakan. Tidak saja dimalam hari, tetapi disiang
haripun para tikus melancarkan operasi mereka. Entah apa yang membuat
mereka semakin berani mendatangai lahan-lahan warga. Mereka hanya lari
ketika para petani bersusah payah mengejarnya sedangkan jika petani
sibuk dengan tanamannya maka mereka pun sibuk mencari makanan dari lahan
warga juga.
Seharusnya di bulan ini, para petani
sudah bisa memanen padi-padi mereka, tetapi apa hendak dikata. Tikus
telah menggagalkan panen mereka. Padi-padi yang sedang bunting dibabat
habis oleh tikus. Hanya beberapa rumpun yang tersisa.
Bencana
Itulah yang dikenakan terdengar di
mulut-mulut petani. Wabah tikus menjadi momok yang menakutkan sejak 3
tahun yang lalu. Hanya sesekali musim mereka sempat memanen padi dengan
utuh dan di musim lainnya mereka hanya membawa duka ke anak-anaknya.
“Anakku, lihatlah bagaimana kerajaan
kita makmur bebrapa tahun ini. Kamu tahu mengapa?” tanya ayah tikus pada
anak-anaknya pada suatu sore ketika mereka sedang mencongkel ubi
petani.
“Karena makanan kita melimpah ayah” jawab anak tikus dengan polos.
“Benak anakku, apa kamu tahu alasan lain?”
“Karena kita semakin banya ayah”
“Yah benar. Kita semakin banyak. Manusia
semakin sulit mengusir kita. Meskipun ada yang mati karena diracun
tetapi tidak bisa mengurangi populasi kita nak. Mereka yang mati adalah
pahlawan bagi kita. Kita yang masih hidup harus tetap bertahan hidup”
jelas ayah tikus.
“O begitu ya.”
“Ya nak”
“Nak. Sebenarnya kita bukanlah petaka bagi petani. Jika petani tidak merusak alam ini”
“Maksud ayah?”
“Manusia itu kadang berpikir cepat.
Mereka hanya mau instant saja. Dulu di desa ini kita tidak bisa hidup
damai karena musuh kita bukan hanya petani. Kita ditakdirkan juga
menjadi mangsa binantang-binantang lain. Ular salah satunya. Selama ada
ular maka kita menjadi makanan mereka sehingga populsi kita tidak akan
membludak seperti ini sehingga petanipun tidak akan mendapatkan wabah
tiuks. Tapi lihatlah sekarang, ular-ular yang tidak menggangu
pertanianpun dibunuh oleh manusia padahal di alam ini ada rantai
makanan. Kita memang ditakdirkan makan tumbuhan palawija tetapi kita
juga menjadi mangsa binatang lain seperti ular dan ulara menjadi makan
elang. Jadi jika satu rantai hilang maka rantai lainnya akan membludak
seperti kita dan disisi lain ada yang semakin punah seperti elang yang
kekurangan makanan.” jelas ayah tikus
“O saya paham sekarang. Jadi ini juga karena manusia tidak menjadi siklus rantai makanan ya.”
0 comments:
Post a Comment