Ilustrasi/Admin (Shutterstock)
“Goblok, cepat benamkan mukamu di tanah, cari batu buat berlindung, jangan sembunyi di balik pohon, ak47 mampu menembusnya!!!”
Suara desingan peluru beterbangan tepat di
atas kepala kami, entah dari mana sumber rentetan muntahan peluru di
lesakkan, tetapi suara Letnan terus berteriak menginstruksikan anak
buahnya mencari tempat perlindungan supaya tidak mati konyol di usia
muda.
Sekarang kami sedang melaksanakan Operasi
Seroja di Timor-timor. Operasi ini kesannya begitu mendadak dan
terburu-buru. Ini terbukti banyak prajurit seperti diriku yang baru
lulus pendidikan langsung di terjunkan di medan perang. Padahal hanya 6
bulan masa pendidikanku, memegang senjata saja masih gamang apalagi
membunuh.
Banyak teman sepenerjunanku yang meninggal
sebelum peluru keluar dari selongsongnya. Ini di karenakan sebelum
memasuki zona penerjuanan pesawat Hercules yang kami tunggangi sudah di
berondong peluru dari perbukitan. Akibat mendesaknya situasi tersebut,
penerjuanan terpaksa di lakukan.
Beberapa temanku kakinya patah ketika
mendarat, ada juga yang tersangkut pohon. Beberapa lainnya nasibnya
lebih tragis ketika masih di atas sudah di berondong, seketika itu pula
sudah tidak bernafas.Namun yang paling tragis mendarat di atap rumah
atau di lapangan terbuka kota dimana para Fretilin sudah siap
memberondong dan menangkap.
“Arah jam 10 letnan”
Teriak seorang prajurit setelah tembakan itu
berhenti, ini pertanda lawan sedang mengisi amunisi, dan ini sebagai
penanda serangan balasan harus segera di lesakkan.
“m60..m60..m60″
Seru sang Letnann kemudian di ikuti oleh
prajurit lainnya. 2 orang membawa M60 sudah di hadapan Letnan. Dengan
bahasa isyarat 2 prajurit ini sudah memahami.
jeejejejejjejejejejjejejjejejejjejejejjejejejejjejejejjejejejejejjejejejeje
2 senapan mesin dengan ratusan muntahan
peluru per-menitnya sudah di lesakkan. Saat M60 melakukan aksinya, para
prajurit lain sudah menempati posisi serang dan membaca situasi dengan
mengamati ada berapa musuhkah yang menghadang mereka.
“Berhanti”
jejejjejeeee
Sudah tiada balasan tembakan, semua terdiam. Suasana seketika hening, hanya terdengar kicauan burung serta
monyet yang bersahut-sahutan bagai paduan suara. Aroma selongsong
peluru panas menusuk hidung menambah ketegangan yang membuat syaraf
terasa kaku berdiri.
Beberapa menit terlewati tidak terjadi aktivitas di kubu lawan, rasa tegang itu sedikit
berkurang.Terbukti ada prajurit yang kentut, bunyi suaranya seperti di
tahan tetapi malah membuat suara lengking panjang nyaring di tengah
keheningan. Setiap orang pun menoleh ke asal bunyi.
“Jancookk”
Ucap seorang prajurit yang mungkin kesal
atau mungkin ingin tertawa, di saat tegang-tegangnya darah terpompa
begitu cepat ke jantung, nyawa menjadi taruhan, masih ada orang yang sempat-sempatnya kentut.
Dengan isyarat tangan Letnan, 2 orang di ikuti 4 orang belakangnya maju melihat situasi di depan.
***
Ini adalah pengalaman pertamaku dalam perang
sesungguhnya. Ketika awal masuk Timor-timor aku bertemu banyak orang
yang sudah berpengalaman dalam perang, seperti penumpasan DI/TII. Namun juga bertemu banyak orang juga yang seperti diriku, amatir.
Saat aku masih kecil, bayanganku tentang
tentara adalah seorang yang pemberani, gagah penuh wibawa. Tetapi ketika
terjadi perang seperti ini aku baru memahami tentara juga seorang
manusia biasa.
Awal mula pasukan kami menjelajahi hutan,
berondongan peluru di tembakkan ke arah kami, tiba-tiba salah seorang
prajurit dalam pasukan kami menangis teringat emaknya akibat desingan
peluru yang menakutkan dengan suara memekakkan telinga. Tentu saja hal
ini membuat Letnan mengumpat dan bilang “Jancok, bocah jek ngempeng di
kirim perang.”
Aku sendiri juga sangat takut, tidak ubahnya
dengan rekan yang menangis, tetapi ketika melihat mata pasukan lainnya
terlihat tenang. Maka, sudah seharusnya aku menyembunyikan ketakutanku.
Rekan yang lain masih Tamtama termasuk yang menangis, sementara aku
sudah Bintara yang pangkatnya lebih tinggi, jika aku memperlihatkan
ketekutanku, sungguh memalukan.
Saat pasukan Fretilin di pukul mundur,
sebenarnya beberapa rekan sudah tidak peduli kepada si cengeng dan terus
memukul Fretilin. Kami tidak meninggalkannya karena sang Letnan.
“Hai, jangan apatis kalian, itu temanmu
jangan kau tinggalkan, tentara itu solidaritas persaudaraan nomor satu,
jangan sekali kali meninggalkan rekan sendirian, apatis itu namanya.”
***
2 orang telah melihat keadaan di depan, salah
satunya adalah rekan yang menangis teringat emaknya dahulu. Kini dia
memilih posisi terdepan. Satu setengah tahun sudah rasa takut itu di
kubur dalam-dalam sebagai penyesalan dan rasa malu di waktu lalu, ujung
tombak garis terdepan dia minta dari Letnan.
“Aman, 2 target sudah di lumpuhkan.”
Akibat peluru m60 lubang begitu besar
menganga terlihat, mereka tewas seketika. Kami menyita 2 pucuk senapan
ak47 besereta amunisi dan sebuah granat yang belum sempat di lemparkan.
2 tahun setengah kami bertempur akhirnya
menang. Seribu lebih korban yang tewas, hilang, serta terluka dalam
tubuh TNI. Sedangkan di pihak Fretilin sekitar seratus sampai dua ratus
ribu yang kebanyakan adalah penduduk.
Saat TNI melakukan penyerbuan, para Fretilin
membagikan senjata dari Portugis kepada rakyat, padahal mereka tidak
tahu menahu. TNI sendiri tidak akan menembak seseorang yang tidak
bersenjata, apalagi rakyat. Di samping itu, kedatangan TNI juga karena
Rakyat Timor-timor sendiri yang menginginkannya.
***
20 tahun waktu seolah begitu cepat
terlewatkan. Kini aku memandang televisi dengan sebuah pemberitaan bahwa
Timor-timor ingin memisahkan diri. Terkadang aku berpikir,buat apa kita
dahulu merebut Timor-timor kalau pada akhirnya menyerahkannya kembali.
Situasi dahulu dengan sekarang juga sama,
jika dahulu Karena desakan Amerika dan Australia Timor-timor di serang,
kini juga sama akibat desakan Amerika dan Australia supaya Timor-timor
merdeka, bedanya Indonesia tidak ngotot mempertahankan dan membuat
banjir darah untuk kedua kalinya.
Sumber: http://www.kompasiana.com/hagemaru_j