Aduh!
Rasanya kepalaku mau pecah! Rumah ini semakin panas dan sesak! Kemana
damai dan teduh yang dahulu sempat bersemayam di sini???
Aku
memohon ampun pada Tuhanku. Dia pasti tau penyesalan yang sedang
berdentum-dentum di hati. Tapi akupun memohon belas kasihNya agar aku
bisa melewati semua ini.
Kalau aku bisa tetapkan kehidupan seperti yang aku mau…
Kalau aku dapat memutar waktu seperti saat damai dahulu…
Aku
ingin kembali ke saat anak-anakku lahir. Tiga perempuan cantik menjadi
pelengkap dan penyempurna kehidupanku dengan Ridwan. Aku dan Ridwan
bersama-sama membesarkan mereka dengan cinta kasih kami. Sampai situlah
aku ingin kembali. Karena kejadian-kejadian setelah itu membuatku dan
Ridwan selalu dirundung duka. Pedih di batin terlihat nyata di fisik
kami. Kami rasanya menjadi sepuluh tahun lebih tua, karena ulah mereka,
anak-anakku yang aku cinta.
Riska,
si sulung kami, adalah malu pertama kami. Sekian tahun menikah hanya
mengandalkan cinta, hingga aku lebih memilih dia tinggal bersamaku
daripada tinggal di kontrakan suaminya yang.. demi Tuhan aku tidak ingin
menginjaknya lagi. Itu bagaikan kandang sapi bagi putri cantikku. Dan
kemarin sore, Riska datang dengan rambut acak-acakan, dan di belakangnya
ada pak RT.
“Ibu,
tolong anaknya ditenangkan. Tadi dia berkelahi dengan bu Tita. Aduh,
janganlah lingkungan kita menjadi gaduh seperti ini bu Tari.” Aku hanya
bisa memohon maaf pada pak RT.
“Ada apa lagi Ris? Belum cukup keributan kamu buat?” tanyaku setelah pak RT berlalu.
“Biarin
bu. Tita ngejek aku mandul. Aku balas saja, ‘daripada kau, anak bererot
tapi idiot dan cacat semua’. Dia nggak terima terus mukul aku. Aku
balas pukul lah. Dia yang mulai duluan…” gerutu Riska sambil bergegas
masuk ke kamarnya. Dan sayup-sayup, lagi-lagi ada pertengkaran dengan
Heri, suaminya. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala.
Saat
ketenangan mulai terasa, aku justru harus merasa waspada. Karena
biasanya, ketenangan itu hanya ada sebentar saja. Dua anakku yang
lainnya, menimbulkan kepedihan tersendiri di hatiku. Walau ingin
kuhindari dan kuingkari, kenyataan itu tetap ada dan orang lain yang
mengingatkannya.
“Duh,
kasian banget ya bu Tita. Kok sekarang dia jadi begitu ya? Padahal dulu
dia kan bahagiaaa banget, sampe kita-kita iri ya?” Gunjingan ibu-ibu
berdaster dengan wajah kucel belum mandi dan rambut awut-awutan pun
mulai terdengar di warung sayur itu. Dan sepertinya semua kompak
membicarakan tentang diriku dan anak-anakku.
“Anak pertama suaminya nggak bener, katanya mandul pula…”
“Iya,
anak keduanya udah jadi janda muda. Untung jandanya janda mati. Coba
kalau janda cere. Eh tapi kayaknya udah dapet laki lagi. Cepet banget
ya?”
“Oh iya, yang kemaren nganterin pulang ya? Eh, mereka kan lama di dalem mobil sebelum turun. Lagi ngapain coba? Hihihiii…”
Menjengkelkan! Begitu mudahnya berburuk sangka! Tawa cekikikan itu terdengar cabul di telingaku.
“Yang ketiga, cantik sih cantik. Tapi kok perawan tua? Kalah sama anak bu Idah yang jelek itu, tapi udah kawin dua kali…”
Mandul… Janda mati lebih untung dari janda cerai.. Cantik-cantik perawan tua… Jelek tapi sudah kawin dua kali..
Perkataan itu berulang-ulang terdengar di telingaku. Haruskah mereka
menghina orang sesadis ini? Langkahku urung kulanjutkan, walau
suara-suara bagai tawon itu tiba-tiba berhenti karena mengetahui
kedatanganku. Walau mereka pergipun, aku tidak ingin belanja di sana.
Kepalaku tiba-tiba berdenyut-denyut. Dan lagi-lagi obat pengurang sakit
kepala sudah melewati kerongkonganku, entah untuk yang kesekian kalinya.
***
Aku
memohon ampun pada Tuhanku. Dia pasti tau penyesalan yang sedang
berdentum-dentum di hati. Menyesal mempunyai tiga putri yang saat
dewasanya sering menyakiti hati kami. Mengapa mereka tidak semanis saat
masih kecil dan remaja dulu?
Tiba-tiba
aku teringat kembali pada sepupuku Astri. Puluhan tahun menikah belum
juga dikarunia anak. Sampai menangis-nangis jika menceritakan kegundahan
hatinya. Yang sangat diinginkannya hingga saat ini adalah kehadiran
anak. Terlintas pikir olehku, untuk apa punya anak kalau ternyata hanya
menyusahkan? Lebih baik tidak punya anak saja.
Astagfirullah..
Aku mulai menjadi Tuhan bagi diriku sendiri. Memutuskan mana yang baik
untukku dan mana yang tidak. Akupun memohon belas kasihNya agar aku bisa
melewati semua ini. Akupun memohon ampunan atas ketidakmampuanku
membimbing mereka.
Di
depan cermin di kamarku, aku lihat pantulan tubuh Ridwan yang semakin
kurus tengah tidur. Kegantengannya mulai pudar. Badan tegapnya mulai
sedikit membungkuk. Dan bersamanya akan kuhabiskan sisa hidup, berbagi
beban berat yang tengah melanda saat ini. Semoga kami bisa melaluinya
dan menutup lembar hidup kami dengan senyum seiring dengan episode
kehidupan yang indah bagi tiga anak perempuanku, Riska, Indria dan Widi.
==========
sumber: http://www.kompasiana.com/wienndy
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
ReplyDeleteKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل